Bandung, IDN Times - Mendengar kata guru, masyarakat masih lumrah dengan mereka yang mengajar di sekolah formal seperti sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA). Padahal sosok yang bisa menjadi guru sangat banyak, salah satunya guru yang mengajar di pesantren.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, pondok pesantren pun banyak didirikan di berbagai daerah, baik yang ada di perkotaan bahkan sampai ke pelosok pedesaan. Namun, satu ironi yang sampai sekarang terabaikan adalah kesejahteraan guru pesantren di pedesaan yang jarang dipandang oleh pemerintah. Padahal ilmu agama yang diberikan sangat berarti bagi anak-anak.
Salah satu pengajar yang rela mengabdi di pesantren tanpa bayaran sepeserpun adalah Asep Marwan. Dia sekarang menjadi guru mengaji di Pesantren Ash-Shalahudin, yang berdiri di Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat.
Sampai tahun ini Asep (41 tahun) telah mengabdi selama 17 tahun. Dia meneruskan mandat ayahnya yang meminta agar kegiatan di pesantren tersebut tetap hidup dan memberi ilmu kepada anak-anak yang mayoritas yatim dan kaum dhuafa.
"Saya mengajar ya memang tanpa upah dari siapapun. Kami berusaha sendiri untuk mencukupi setiap kegiatan dan keseharian termasuk untuk anak-anak dengan berdagang," ujar Asep di temui di kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jawa Barat, Selasa (3/12).